Generasi Z dan Faktor Genetik yang Mempengaruhi Emosi
Generasi Z, atau mereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, sering kali dianggap sebagai generasi yang paling sadar akan kesehatan mental. Ironisnya, mereka juga merupakan kelompok yang paling banyak dilaporkan mengalami stres, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya. Mengapa generasi ini tampak lebih rentan terhadap masalah emosi dibandingkan generasi sebelumnya? Salah satu jawabannya mungkin terletak pada faktor genetik yang memengaruhi olah rasa atau emosi kita.
Contoh lain bisa kita lihat dalam sekuel film animasi populer Inside Out 2, kita kembali menyelami dunia emosi dalam otak seorang remaja Gen Z bernama Riley. Film ini memperkenalkan emosi baru dan menggambarkan bagaimana perubahan dalam kehidupan remaja, seperti tekanan sosial dan akademik, mempengaruhi pusat kendali emosi mereka. Sebagai bagian dari Generasi Z, Riley harus menghadapi tantangan emosional yang lebih kompleks, termasuk tekanan dari dunia digital dan perubahan sosial yang cepat. Inside Out 2 tidak hanya menyajikan gambaran tentang bagaimana emosi bekerja sama untuk mengatasi tantangan hidup, tetapi juga mengilustrasikan kompleksitas perkembangan emosional selama masa remaja yang mirip dialami oleh Gen Z saat ini.
Mengenali Faktor Genetik yang Mempengaruhi Emosi
Lantas, apakah emosi yang ada dalam diri kita hanya terjadi karena faktor eksternal saja? Ternyata bagaimana kemampuan seseorang dalam mengolah dan memiliki kecenderungan terhadap suatu emosi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik.
Psikogenetik adalah bidang studi yang meneliti bagaimana gen memengaruhi perilaku dan kondisi psikologis seseorang. Penelitian dalam psikogenetik menunjukkan bahwa gen tertentu dapat memengaruhi cara otak kita mengatur emosi dan respon terhadap stres. Dengan memahami faktor genetik ini, kita dapat lebih memahami mengapa beberapa individu lebih rentan terhadap gangguan emosional dibandingkan yang lain.
Sebuah studi yang diterbitkan oleh National Institutes of Health (NIH) yang berjudul The Neurobiology of Anxiety Disorders: Brain Imaging, Genetics, and Psychoneuroendocrinology ditulis oleh Elizabeth I. Martin, PhD, dkk menemukan bahwa variasi genetik dapat mempengaruhi risiko seseorang mengalami gangguan kecemasan dan depresi. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa polimorfisme pada gen yang mengkode reseptor serotonin, seperti 5-HTTLPR, dapat berkontribusi pada bagaimana individu merespons stres dan emosi.
Selain itu, gen COMT (Catechol-O-Methyltransferase) yang berperan dalam metabolisme dopamin, juga mempengaruhi bagaimana seseorang mengelola stres. Polimorfisme gen ini dapat menentukan apakah seseorang lebih rentan terhadap stres atau mampu mengatasi situasi stres dengan lebih baik.
Mengapa Ini Penting untuk Gen Z?
Memahami pengaruh genetik terhadap emosi dapat membantu Gen Z lebih memahami diri mereka sendiri dan mencari cara untuk mengelola kesehatan mental mereka dengan lebih efektif. Dengan pengetahuan ini, mereka dapat mencari intervensi yang lebih tepat, baik itu melalui terapi, perubahan gaya hidup, atau bahkan pendekatan medis yang lebih personal.
Selain itu, pemahaman ini juga dapat membantu dalam mengurangi stigma terhadap masalah kesehatan mental. Menyadari bahwa faktor genetik berperan dalam kondisi mental dapat membantu kita melihat gangguan ini sebagai masalah kesehatan yang sama nyatanya dengan penyakit fisik, bukan sebagai kelemahan pribadi.